JAKARTA - Lampu lalu lintas membantu menjaga ketertiban berkendara di jalan raya. Lampu memberikan isyarat berhenti (merah), berhati-hati (kuning), dan lanjutkan (hijau). Bagaimana sejarahnya lampu lalu lintas bisa digunakan sampai sekarang?
Menurut Today I Found Out, lampu lalu lintas berasal dari sistem rel kereta api tahun 1800-an. Insinyur kereta api butuh cara untuk mengetahui kapan waktunya lokomotif berhenti atau melambat. Warna merah dipilih sebagai tanda berhenti, karena banyak orang mengasosiasikannya warna tersebut dengan sesuatu yang berbahaya atau serius.
Dilansir dari Mental Floss pada Senin (7/12/2020), warna merah juga memiliki panjang gelombang terpanjang pada spektrum warna sehingga dapat terlihat dari jarak yang jauh. Mereka juga menggunakan warna putih sebagai tanda “pergi”, dan lampu hijau ketika “sudah pergi”.
Baca Juga: Ganjil-Genap Ditiadakan, Volume Kendaraan di Jakarta Meningkat
Namun karena dua lampu memiliki warna yang mencolok, kebingungan terjadi pada cahaya putih apabila salah satu lampu rusak. Ini akan menyebabkan kondektur salah mengartikan warna lampu. Akhirnya, untuk menghindari kesalahan warna kuning digunakan untuk menunjukkan “kehati-hatian” dan warna hijau digeser fungsinya untuk tanda “melanjutkan”.
Baca Juga: Wabah Virus Corona Turunkan Permintaan Kendaraan Bermotor
Pada tahun 1913, dengan diperkenalkannya Ford Model T mengakibatkan lebih dari 4.000 korban jiwa yang banyak di antaranya akibat tabrakan di perisimpangan jalan raya. Amerika kemudian menggunakan penegakan hukum lalu lintas, dengan menggunakan metode semafor melambaikan tangan untuk mengarahkan kendaraan.