JAKARTA – Keinginan sesaat untuk memangkas biaya pengiriman barang kerap jadi penyebab pemilik perusahaan angkutan melakukan praktik over dimension over loading (ODOL). Meski sudah ada regulasi yang jelas terkait masalah ini, namun hingga kini praktik ODOL belum dapat teratasi.
Kepala Pusat Kebijakan Sarana Transportasi Gunung Hutapea menyarankan, pemerintah Indonesia perlu mengembangkan sistem tarnsportasi yang terintegrasi dengan kawasan industri.
“Pemerintah perlu mengembangkan sistem yang terintegrasi, seperti menggunakan kapal tongkang dan kereta api untuk kelancaran angkutan logistik keluar dan menuju Pelabuhan laut maupun Pelabuhan daratan (Dry Port),” kata Gunung Hutapea, dikutip dari laman Baketrans Dephub.
Ia juga menyarankan agar tercipta kolaborasi antar pelabuhan seperti Pelabuhan Patimban dengan Pelabuhan Tanjung Priok untuk mendukung kegiatan logistik di Indonesia.
Menurutnya, memperpendek waktu untuk menjangkau jalan ke dry port dari pelabuhan menujukapal dapat mengurangi kepadatan halaman pelabuhan.
“Melalui pembangunan dry port diharapkan dapat mendukung aktifitas di pelabuhan laut yang memiliki tingkat BOR (Beuth Occupancy Ratio) atau tingkat penggunaan dermaga dan tingkat YOR (Yard Occupancy Ratio) atau tingkat penggunaan lapangan petikemas yang tinggi. Sehingga mengurangi kemacetan di pelabuhan dan mempercepat waktu untuk melakukan aktifitas bongkar muat,” ujar Gunung.
Sementara itu, peneliti dari HAN University Erik van Zanten mengatakan, bahwa truk tak akan selamanya menjadi angkutan pengangkut barang atau logistik karena pengangkutan dapat dilakukan dengan moda transportasi lain.
“Penggunaan angkutan multimoda yakni tongkang dan kereta api dapat mengurangi emisi gas buang yang ditimbulkan, dibandingkan jika hanya menggunakan angkutan darat terutama kendaraan truk,” ucap Van Zanten.
Follow Berita Okezone di Google News